Monday, April 29, 2013

Kenapa Exchange?


Kali ini saya ingin share pengalaman tentang ¨Exchange¨ atau istilah di bahasa kita terkenal dengan sebutan ¨pertukaran budaya ke negara lain¨. Kali ini konteks yang ingin saya bahasa bukan hanya menyangkut pertukaran pelajar saja tetapi konteksnya lebih luas yaitu pertukaran budaya. Ada beberapa teman saya yang berkomentar ¨kamu ngapain exchange? atau habis duit berapa sih, atau wah takut nanti biayanya mahal¨. Terlepas dari semua itu, mari saya tekankan bahwa ¨Exchange tidak selalu harus menghabiskan uang banyak, atau bila harus membayar dengan harga yang kamu pikir mahal maka tolong buka kembali pikiran kamu. Mungkin kamu kurang menjadi orang yang open minded sehingga berfikir bahwa biaya untuk melakukan exchange itu mahal. Saya merasakan selama hampir 5 bulan tinggal di Eropa melakukan kegiatan mengajar bahasa Inggris dan bekerja di kantor untuk menjadi editor online, merupakan pengalaman yang tidak bisa dibayar dengan harga berapapun itu.

Saya dua bulan tinggal di Polandia dan mengajar bahasa Inggris ke orang Polandia dari umur 10 tahun hingga 55 tahun, jadi bisa dibilang murid saya mulai anak-anak hingga orang tua. Tantangannya tentu banyak sekali karena beberapa murid saya ada yang hanya bisa mengucapkan ¨my name is, thank you dan hello Good morning¨. Apa yang saya lakukan? Ya saya memaksakan diri saya untuk belajar dan mengetahui bahasa Polandia sehingga saat murid saya tahu saya bisa mengucapkan beberapa kata dalam bahasa Polandia, mereka lebih tertarik untuk belajar bahasa Inggris dengan saya. Ini salah satu bentuk dari saya untuk mengapresiasi mereka sehingga dengan begitu mereka akan lebih tertarik untuk belajar dengan saya karena saya pun sangat tertarik dengan bahasa Polandia itu sendiri. Saya bahkan pernah diajak murid saya untuk ke Tropical Island di Jerman dan saya tidak mengeluarkan uang sepeserpun! Kenapa? Karena tujuan dia mengajak saya adalah, dia hanya ingin praktek bahasa Inggris dengan saya selama perjalanan, sehingga bisa dibilang dengan modal bahasa Inggris, maka saya bisa traveling secara gratis. Naik mobil ke Jerman dan disupiri murid saya merupakan pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan. By the way bebebrapa kata di Polandia yang bisa saya ucapkan adalah ¨przypawa do kurczaka (ini kata-kata favorit saya!) kluc do kuchni, pralnia, dzien dobre, przepraszam, dziekuje, prosze¨ dan masih ada beberapa. 


Saya di Tropical Island bersama murid saya, istrinya dan anaknya yang masih kecil.


Hal menarik lainnya tentang pengalaman saya di Polandia adalah saya tinggal di kota yang kecil sekali bernama Koszalin dengan penduduk sekitar 100ribuan orang. Kota kecil ini terletak 10 kilometer dari laut Baltik, jadi berada di Polandia bagian utara antara kota Gdansk dan Szczeczin. Banyak teman saya dari Polandia Selatan yang bahkan tidak tahu dimana Koszalin itu. Sebagai seorang muslim tentu saja saya harus beradaptasi disini karena 99,99 % penduduknya beragama Kristen Katolik (Saya hanya bertemu satu muslim penjual kebab di pusat kota hehehe). Makanan halal pun tidak ada (kecuali kebab kali ya) tetapi saya alhamdulillah bisa melalui semua dengan baik. Saat disini juga saya mulai belajar memasak sendiri, mengatur finansial saya (gaji saya disini lumayan gedhe lho hihihi), nyuci sendiri dan belajar hidup mandiri. Pokoknya semua harus serba mandiri lah, sangat beda sekali saat saya masih mahasiswa di Surabaya (Saya mahasisawa Unair, promosi nih wkwkwk).

Craziness in Dom Studenta Koszalin (Adrian, Pawel, Me, Adrian)

Koszalin saat bersalju


Saat saya pindah ke Jerman untuk melakukan hal baru yaitu bekerja di kantor untuk menjadi editor online, tentu beda sekali pengalamannya soalnya dari guru bahasa Inggris pindah ke pekerjaan kantor. Selain itu saya juga pindah dari kota kecil di Polandia ke kota terbesar di Jerman yaitu Berlin. Bisa dibayangkan atau dibandingkan mungkin saat anda pindah kerjaan dari Wonogiri atau Pacitan ke kota Jakarta hihihi. Dari sini saya bertemu beberapa rekan kerja dari Jerman, Rusia, Ukraina, Turki, Prancis, Spanyol, Meksiko, Argentina, Brazil, Italia dan tiga orang Indonesia. Apakah pekerjaan saya menyenangkan? Jawabannya fifty-fifty. Terkadang menyenangkan tetapi saat saya merasa bosan ya bosan tetapi pengalaman kerja di Jerman membuat saya menjadi lebih mengerti dan bersyukur untuk mendapatkan pengalaman ini. Betapa menyenangkan saat saya merasa bosan dan pelarian saya adalah bertemu dengan teman-teman Jerman dan berbagi cerita yang saling menginspirasi satu sama lain. Disini saya bertemu juga anak Pakistan yang menceritakan detail tentang Afghanistan dan Pakistan (sumpah ceritanya gaul banget dan menginspirasi!). Selain itu di Berlin saya merasakan peradaban yang sangat maju (saya memang anak desa jadi menurut saya Berlin itu canggih ey). Transportasi lengkap mulai dari metro (kereta bawah tanah), kereta atas tanah yang nyaman, tram, bus yang kadang tepat waktu dan kadang telat, kereta dengan kecepatan 200km lebih, konstruksi bangunan yang canggih dan beberapa peradaban Eropa yang mengagumkan, semua terangkum di Berlin. Atmosfir kerja dan lingkungan yang sangat internasional disini membuat saya mempunyai banyak peluang untuk membangun banyak relasi, selain itu tentunya membuka pemikiran saya menjadi lebih luas. Saya juga menjadi lebih bisa menghargai waktu (tahu sendiri lah orang Jerman gimana) dan juga hidup sangat mandiri. Rasanya sudah malu kalau minta duit ke mama papa soalnya disini sudah dapat gaji yang alhamdulillah bisa mencukupi kehidupan saya. Saya belajar banyak hal disini dan lebih menghargai apa arti hidup dan pengalaman setelah bertemu berbagai macam orang dari bermacam negara dan budaya. 

Brandenburger Tor, ikon kota Berlin

Bersama rekan kerja kantor sebelum Barbeque party!

Ini hanya sepenggal dari kisah saya selama melakukan ¨Exchange¨ di Polandia dan Jerman. Saya sendiri merasakan sungguh berharganya pengalaman ini dan saya tidak menyesal menginvestasikan uang saya untuk pengalaman yang sangat mengagumkan ini. Bila orang menginvestasikan banyak uang untuk bisnis, maka saya menginvestasikan uang untuk masa depan saya melalui ¨Exchange¨ ini. Toh modal akan balik karena saya disini digaji. By the way saya mengikuti program exchange yang ditawarkan organisasi internasional AIESEC di Local Committee AIESEC Surabaya. Jadi, jangan tunggu babibu, langsung saja daftar untuk exchange dan rasakan sensasinya! Trust me it works and worth!!!!!

Friday, April 26, 2013

My First Time Experience Abroad


This is the experience that I would like to share to everybody about my experience abroad for the first time which was not only for travel but also for gaining new perspective and knowledge. I remembered it was October 2010 when I got an offering to join international conference AIESEC Unleash Asia Pacific Manila, Philippine. I was thinking ¨Hmm...I just need to try this one!¨. At that time I didn´t think too much about financial thing because I would like to try to gain some sponsorship, so I could go with less money. Another reason was because I am an AIESECer so I really want to step my feet in the land of Philippine, Manila. So I started my step by making a new passport and arranged many things for going abroad. At that time my age was 20 something, not too old for the first time going abroad.

Then my journey in looking for sponsorship was started. I asked many questions to the head of department in my major and fortunately she is so kind. She helped me and gave me some perspectives how to get sponsorship and endorsed me for going to the rectorate for gaining sponsorship. After hard work for two weeks finally I got some money which was really enough for this conference. Besides that, my passport was ready so I just needed to prepare everything before my departure. It was my first time going abroad so I didn´t even know how to buy flight ticket abroad. Fortunately my friend helped me lending her mom´s credit card for buying the flight ticket and I got reasonable cheap price for round trip Jakarta-Manila!

This was my first time going abroad, alone! But I believed I would survive for this. The learnings that I got from this experience was arranging everything by myself before going abroad, started from making a passport, looking for sponsorship, registering myself in international conference until buying the flight ticket by myself. I felt more independent and proud of myself.

On the month of November 2010 night (I forgot the date) I was waiting in Soekarno Hatta airport for check in into the plane. I couldn´t wait for this trip. Mixed feeling between happy and anxious because I was alone going abroad to Manila where I would meet the differences of the human characteristics, cultures, language and food. I could only smile when I was inside the plane. I felt all my hard work was being paid after I sat down inside the plane. The plane started to take of to the sky and I saw the lights of Jakarta city started to disappear. 

Me, inside Philippines Airlines


Around 5am I woke up and the plane started to land in NAIA airport Manila. I saw the lights of Manila city and it was unbelievable, ¨God! I will step my foot on Manila!¨. The city looks so beautiful from the sky. This dream will be realized soon! Manila, here I come!

to be continued

Pengalaman Pertama ke Luar Negri


Sebenarnya sudah lama saya memendam rasa untuk menuliskan pengalaman saya tentang bagaimana rasanya keluar negeri yang bukan hanya sekedar jalan-jalan saja tetapi sekaligus menimba banyak ilmu. Masih ingat saat itu sekitar bulan Oktober 2010 ada tawaran untuk mengikuti konferensi AIESEC Unleash Asia Pacific di Manila, Filipina. Saat itu saya berfikir, ¨Hmmm...kenapa nggak nyoba aja ya, kan Filipina deket, kalo masalah duit, hah bisa cari sponsor lah¨. Jadi saat itu saya bertekad bulat untuk mencoba agar bisa menginjakkan kaki di Manila. Karena kebetulan saya anggota organisasi AIESEC, maka saya tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Maka kali itu juga saya mulai membuat paspor dan segala tetek bengek yang lain. Umur saya saat itu sudah 20 tahun keatas, belum terlalu tua lah ya buat pengalaman pertama ke luar negri.

Akhirnya perburuan sponsor pun dimulai. Saya saat itu mulai bertanya-tanya sama ketua jurusan saya yang kebetulan sangat baik hati sekali. Saya langsung diarahkan untuk ke rektorat untuk mengurus sponsor. Setelah mandi keringat dan bolak-balik dari fakultas ke rektorat dan perjuangan selama 2 minggu, akhirnya sponsor pun turun. Alhamdulillah usaha keras membuahkan hasil. Selain itu paspor saya pun juga sudah jadi sehingga tinggal mempersiapkan segala hal untuk berangkat. Karena pertama kali keluar negri, maka saya belum tahu bagaimana cara beli tiket pesawat. Sungguh saya merasa katrok sekali, tahun 2010 tapi belum tahu cara beli tiket pesawat ke luar negri. Untungnya ada teman saya yang berbaik hati menawarkan bantuannya meminjamkan kartu kredit mamanya kepada saya untuk beli tiket pesawat secara online. Alhasil saya bisa mendapatkan tiket pesawat yang lumayan murah untuk terbang pulang-pergi Jakarta-Manila saat itu.

Ini merupakan pengalaman saya pertama keluar negri, sendirian lagi! Tapi saya yakin bisa survive setelah sampai disana soalnya ada yang menjemput di bandara. Jadi pelajaran yang saya pelajari disini adalah saya mengurus semuanya dari awal sampai berangkat sendirian, mulai dari mengurus paspor, mencari sponsor, mendaftarkan diri di konferensi internasional, hingga membeli tiket pesawat. Jadi merasa lebih mandiri dan bangga juga sih hehehe.

Akhirnya saya pada bulan November 2010 (maaf tanggalnya lupa) malam saya menunggu di bandara Soekarno Hatta untuk check in ke dalam Pesawat Philippines Airlines. Hmm, saya tidak sabar merasakan perjalanan keluar negri yang penuh dengan kejutan ini. Saya tidak sabar untuk menginjakkan kaki saya ke tanah Filipina, ke tanah antah berantah dimana perbedaan budaya, bahasa, watak manusia dan makanan akan saya rasakan. Saya hanya bisa tersenyum saat saya sudah masuk dan duduk di kursi pesawat. Semua perjuangan yang telah saya lakukan terasa terbayar saat pesawat mulai lepas landas dan saya merasakan keindahan lampu malam kota Jakarta malam itu semakin lama semakin redup seiring dengan semakin tingginya pesawat.

(Me, Inside Philippine Airlines)

Sekitar jam 5 pagi saat saya bangun dari tidur saya saat itu juga pesawat akan mendarat di Bandara Ninoy Aquino Manila. Saya lihat dari pesawat gemerlap lampu kota Manila yang terlihat sangat indah ini. Saya hampir tidak percaya dengan apa yang saya lihat dan perasaan tak menentu ini terus berlanjut karena sebentar lagi saya benar-benar akan menginjakkan kaki di Manila. Ya Tuhan, ini bukan mimpi setelah tidur, tetapi ini kenyataan yang sebentar lagi akan terealisasi. Manila, here I come!